Kamis, 08 Oktober 2015

Inilah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia

Tahukah anda apa gelar pahlawan revolusi, siapa saja yang menyandang gelar pahlawan revolusi dan apa hubungannya dengan G30S?.. Pahlawan Revolusi adalah gelar pahlawan yang diberikan kepada sejumlah perwira militer yang gugur pada peristiwa G30S tahun 1965. G30S merupakan kepanjangan dari Geraka 30 September atau sering juga di sebut GESTAPU gerakan september tiga puluh. Yaitu peristiwa pergerakan partai komunis indonesia PKI yang mencoba melakukan kudeta dengan cara membunuh 6 perwira tinggi militer dan beberapa orang lainnya, yang dilakukan pada malam 30 september 1965.

Nama dan Biografi Singkat Pahlawan Revolusi


1.Jenderal Ahmad Yani

Inilah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia
Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani lahir di Jawa Tengah, 19 Juni 1922 meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun. Adalah komandan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, dan dibunuh oleh anggota Gerakan 30 September. Ahmad Yani lahir di Jenar Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 19 Juni 1922 di keluarga Wongsoredjo, keluarga yang bekerja di sebuah pabrik gula yang dijalankan oleh pemilik Belanda. Pada tahun 1927, Yani pindah dengan keluarganya ke Batavia, di mana ayahnya kini bekerja untuk General Belanda. Di Batavia, Yani bekerja jalan melalui pendidikan dasar dan menengah. Pada tahun 1940, Yani meninggalkan sekolah tinggi untuk menjalani wajib militer di tentara Hindia Belanda pemerintah kolonial. Ia belajar topografi militer di Malang, Jawa Timur, tetapi pendidikan ini terganggu oleh kedatangan pasukan Jepang pada tahun 1942. Pada saat yang sama, Yani dan keluarganya pindah kembali ke Jawa Tengah.Pada tahun 1943, ia bergabung dengan tentara yang disponsori Jepang Peta (Pembela Tanah Air), dan menjalani pelatihan lebih lanjut di Magelang. Setelah menyelesaikan pelatihan ini, Yani meminta untuk dilatih sebagai komandan peleton Peta dan dipindahkan ke Bogor, Jawa Barat untuk menerima pelatihan. Setelah selesai, ia dikirim kembali ke Magelang sebagai instruktur.

2.Letnan Jenderal R. Suprapto

Inilah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia
Letnan Jenderal TNI Anumerta R. Suprapto lahir di Jawa Tengah, 20 Juni 1920. Meninggal di Lubangbuaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 45 tahun. Adalah seorang pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu korban dalam G30SPKI dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.Suprapto yang lahir di Purwokerto ini boleh dibilang hampir seusia dengan Panglima Besar Sudirman. Usianya hanya terpaut empat tahun lebih muda dari sang Panglima Besar. Pendidikan formalnya setelah tamat MULO (setingkat SLTP) adalah AMS (setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta yang diselesaikannya pada tahun 1941. Sekitar tahun itu pemerintah Hindia Belanda mengumumkan milisi sehubungan dengan pecahnya Perang Dunia Kedua. Ketika itulah ia memasuki pendidikan militer pada Koninklijke Militaire Akademie di Bandung. Pendidikan ini tidak bisa diselesaikannya sampai tamat karena pasukan Jepang sudah keburu mendarat di Indonesia. Oleh Jepang, ia ditawan dan dipenjarakan, tapi kemudian ia berhasil melarikan diri. Selepas pelariannya dari penjara, ia mengisi waktunya dengan mengikuti kursus Pusat Latihan Pemuda, latihan keibodan, seinendan, dan syuisyintai. Dan setelah itu, ia bekerja di Kantor Pendidikan Masyarakat. Di awal kemerdekaan, ia merupakan salah seorang yang turut serta berjuang dan berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Selepas itu, ia kemudian masuk menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat di Purwokerto. Itulah awal dirinya secara resmi masuk sebagai tentara, sebab sebelumnya walaupun ia ikut dalam perjuangan melawan tentara Jepang seperti di Cilacap, namun perjuangan itu hanyalah sebagai perjuangan rakyat yang dilakukan oleh rakyat Indonesia pada umumnya.

3.Letnan Jenderal Haryono

Inilah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia
Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di kota Surabaya Jawa Timur, 20 Januari 1924. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 41 tahun. Adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia yang terbunuh pada persitiwa G30S PKI. Letjen Anumerta M.T. Haryono sebelumnya memperoleh pendidikan di ELS (setingkat Sekolah Dasar) kemudian diteruskan ke HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum). Setamat dari HBS, ia sempat masuk Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang) di Jakarta, namun tidak sampai tamat.Ketika kemerdekaan RI diproklamirkan, ia yang sedang berada di Jakarta segera bergabung dengan pemuda lain untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan. Perjuangan itu sekaligus dilanjutkannya dengan masuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Awal pengangkatannya, ia memperoleh pangkat Mayor.Selama terjadinya perang mempertahankan kemerdekaan yakni antara tahun 1945 sampai tahun 1950, ia sering dipindahtugaskan. Pertama-tama ia ditempatkan di Kantor Penghubung, kemudian sebagai Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda. Suatu kali ia juga pernah ditempatkan sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Negara dan di lain waktu sebagai Wakil Tetap pada Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata. Dan ketika diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia merupakan Sekretaris Delegasi Militer Indonesia.

4.Letnan Jenderal Siswondo Parman

Inilah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia
Letnan Jenderal TNI Anumerta Siswondo Parman lahir di Wonosobo Jawa Tengah, 4 Agustus 1918. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 47 tahun. Siswondo Parman atau lebih dikenal dengan nama S. Parman adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia dan tokoh militer Indonesia. Ia meninggal dibunuh pada persitiwa Gerakan 30 September dan mendapatkan gelar Letnan Jenderal Anumerta. Ia dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.Parman merupakan perwira intelijen, sehingga banyak tahu tentang kegiatan PKI. Dia termasuk salah satu di antara para perwira yang menolak rencana PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Penolakan serta posisinya sebagai pejabat intelijen yang tahu banyak tentang PKI, membuatnya menjadi korban penculikan oleh Resimen Tjakrabirawa yang dipimpin Serma Satar. Penculikannya diduga diatur oleh kakak kandungnya sendiri, yaitu Ir. Sakirman yang merupakan petinggi di Politbiro CC PKI kala itu.

5.Mayor Jenderal Pandjaitan

Inilah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia
Brigadir Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan lahir di Sumatera Utara, 19 Juni 1925. Meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 40 tahun) adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pendidikan formal diawali dari Sekolah Dasar, kemudian masuk Sekolah Menengah Pertama, dan terakhir di Sekolah Menengah Atas. Ketika ia tamat Sekolah Menengah Atas, Indonesia sedang dalam pendudukan Jepang. Sehingga ketika masuk menjadi anggota militer ia harus mengikuti latihan Gyugun. Selesai latihan, ia ditugaskan sebagai anggota Gyugun di Pekanbaru, Riau hingga Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.Ketika Indonesia sudah meraih kemerdekaan, ia bersama para pemuda lainnya membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang kemudian menjadi TNI. Di TKR, ia pertama kali ditugaskan menjadi komandan batalyon, kemudian menjadi Komandan Pendidikan Divisi IX/Banteng di Bukittinggi pada tahun 1948. Seterusnya menjadi Kepala Staf Umum IV (Supplay) Komandemen TentaraSumatera. Dan ketika Pasukan Belanda melakukan Agresi Militernya yang Ke II, ia diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).Seiring dengan berakhirnya Agresi Militer Belanda ke II, Indonesia pun memperoleh pengakuan kedaulatan. Panjaitan sendiri kemudian diangkat menjadi Kepala Staf Operasi Tentara dan Teritorium (T&T) I Bukit Barisan di Medan. Selanjutnya dipindahkan lagi ke Palembang menjadi Kepala Staf T & T II/Sriwijaya.Setelah mengikuti kursus Militer Atase (Milat) tahun 1956, ia ditugaskan sebagai Atase Militer RI di Bonn, Jerman Barat. Ketika masa tugasnya telah berakhir sebagai Atase Militer, ia pun pulang ke Indonesia. Namun tidak lama setelah itu yakni pada tahun 1962, perwira yang pernah menimba ilmu pada Associated Command and General Staff College, Amerika Serikat ini, ditunjuk menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad). Jabatan inilah terakhir yang diembannya saat peristiwa G 30/S PKI terjadi. Ketika menjabat Asisten IV Men/Pangad, ia mencatat prestasi tersendiri atas keberhasilannya membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI. Dari situ diketahui bahwa senjata-senjata tersebut dimasukkan ke dalam peti-peti bahan bangunan yang akan dipakai dalam pembangunan gedung Conefo (Conference of the New Emerging Forces). Senjata-senjata itu diperlukan PKI yang sedang giatnya mengadakan persiapan melancarkan pemberontakan.

6.Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo

Inilah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia
Mayor Jendral TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo lahir di Jawa Tengah, 28 Agustus 1922. Meninggal di Lubang Buaya Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun. adalah seorang perwira tinggi TNI-AD yang diculik dan kemudian dibunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September di Indonesia. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Sutoyo bergabung ke dalam bagian Polisi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia. Hal ini kemudian menjadi Polisi Militer Indonesia. Pada Juni 1946, ia diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Soebroto, komandan Polisi Militer. Ia terus mengalami kenaikan pangkat di dalam Polisi Militer, dan pada tahun 1954 ia menjadi kepala staf di Markas Besar Polisi Militer. Dia memegang posisi ini selama dua tahun sebelum diangkat menjadi asisten atase militer di kedutaan besar Indonesia di London. Setelah pelatihan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat di Bandung dari tahun 1959 hingga 1960, ia diangkat menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat, kemudian karena pengalaman hukumnya, pada tahun 1961 ia menjadi inspektur kehakiman/jaksa militer utama. Pada dini hari tanggal 1 Oktober 1965, anggota Gerakan 30 September yang dipimpin oleh Sersan Mayor Surono masuk ke dalam rumah Sutoyo di Jalan Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat. Mereka masuk melalui garasi di samping rumah. Mereka memaksa pembantu untuk menyerahkan kunci, masuk ke rumah itu dan mengatakan bahwa Sutoyo telah dipanggil oleh Presiden Soekarno. Mereka kemudian membawanya ke markas mereka di Lubang Buaya. Di sana, dia dibunuh dan tubuhnya dilemparkan ke dalam sumur yang tak terpakai. Seperti rekan-rekan lainnya yang dibunuh, mayatnya ditemukan pada 4 Oktober dan dia dimakamkan pada hari berikutnya. Dia secara anumerta dipromosikan menjadi Mayor Jenderal dan menjadi Pahlawan Revolusi.

7.Kapten Pierre Tendean

Inilah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia
Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean lahir 21 Februari 1939 – meninggal 1 Oktober 1965 pada umur 26 tahun. adalah seorang perwira militer Indonesia yang menjadi salah satu korban peristiwa Gerakan 30 September pada tahun 1965. Mengawali karier militer dengan menjadi intelijen dan kemudian ditunjuk sebagai ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution dengan pangkat letnan satu, ia dipromosikan menjadi kapten anumerta setelah kematiannya. Tendean dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dan bersama enam perwira korban G30S lainnya, ia ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi Indonesia pada tanggal 5 Oktober 1965. Pierre Andreas Tendean terlahir dari pasangan Dr. A.L Tendean, seorang dokter yang berdarah Minahasa, dan Cornet M.E, seorang wanita Indo yang berdarah Perancis, pada tanggal 21 Februari 1939 di Batavia (kini Jakarta), Hindia Belanda. Pierre adalah anak kedua dari tiga bersaudara; kakak dan adiknya masing-masing bernama Mitze Farre dan Rooswidiati. Tendean mengenyam sekolah dasar di Magelang, lalu melanjutkan SMP dan SMA di Semarang tempat ayahnya bertugas. Sejak kecil, ia sangat ingin menjadi tentara dan masuk akademi militer, namun orang tuanya ingin ia menjadi seorang dokter seperti ayahnya atau seorang insinyur. Karena tekadnya yang kuat, ia pun berhasil bergabung dengan Akademi Teknik Angkatan Darat (ATEKAD) di Bandung pada tahun 1958.Pada pagi tanggal 1 Oktober 1965, pasukan Gerakan 30 September (G30S) mendatangi rumah Nasution dengan tujuan untuk menculiknya. Tendean yang sedang tidur di ruang belakang rumah Jenderal Nasution terbangun karena suara tembakan dan ribut-ribut dan segera berlari ke bagian depan rumah. Ia ditangkap oleh gerombolan G30S yang mengira dirinya sebagai Nasution karena kondisi rumah yang gelap. Nasution sendiri berhasil melarikan diri dengan melompati pagar. Tendean lalu di bawa ke sebuah rumah di daerah Lubang Buaya bersama enam perwira tinggi lainnya. Ia ditembak mati dan mayatnya dibuang ke sebuah sumur tua bersama enam jasad perwira lainnya.

8.AIP Karel Satsuit Tubun

Inilah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia
Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Satsuit Tubun (lahir di Maluku Tenggara, 14 Oktober 1928 – meninggal di Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 36 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah seorang korban Gerakan 30 September pada tahun 1965. Ia adalah pengawal dari J. Leimena.Karel Satsuit Tubun lahir di Tual, Maluku Tenggara pada tanggal 14 Oktober 1928. Ketika telah dewasa ia memutuskan untuk masuk menjadi anggota POLRI. Ia pun diterima, lalu mengikuti Pendidikan Polisi, setelah lulus, ia ditempatkan di Kesatuan Brimob Ambon dengan Pangkat Agen Polisi Kelas Dua atau sekarang Bhayangkara Dua Polisi. Ia pun ditarik ke Jakarta dan memiliki pangkat Agen Polisi Kelas Satu atau sekarang Bhayangkara Satu Polisi. Ketika Bung Karno mengumandangkan Trikora yang isinya menuntut pengembalian Irian Barat kepada Indonesia dari tangan Belanda. Seketika pula dilakukan Operasi Militer, ia pun ikut serta dalam perjuangan itu. Setelah Irian barat berhasil dikembalikan, ia diberi tugas untuk mengawal kediaman Wakil Perdana Menteri, Dr. J. Leimena di Jakarta. Berangsur-angsur pangkatnya naik menjadi Brigadir Polisi. Karena mengganggap para pimpinan Angkatan Darat sebagai penghalang utama cita-citanya. Maka PKI merencanakan untuk melakukan penculikan dan pembunuhan terhadap sejumlah Perwira Angkatan Darat yang dianggap menghalangi cita-citanya. Salah satu sasarannya adalah Jenderal A.H. Nasution yang bertetangga dengan rumah Dr. J. Leimena. Gerakan itu pun dimulai, ketika itu ia kebagian tugas jaga pagi. Maka, ia menyempatkan diri untuk tidur. Para penculik pun datang, pertama-tama mereka menyekap para pengawal rumah Dr. J. Leimena. Karena mendengar suara gaduh maka K.S. Tubun pun terbangun dengan membawa senjata ia mencoba menembak para gerombolan PKI tersebut. Malang, gerombolan itu pun juga menembaknya. Karena tidak seimbang K.S. Tubun pun tewas seketika setelah peluru penculik menembus tubuhnya.

9.Brigadir Jenderal Katamso Darmokusumo

Inilah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia
Brigjen Anumerta Katamso Darmokusumo (lahir di Sragen, Jawa Tengah, 5 Februari 1923 – meninggal di Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 42 tahun) adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia. Katamso termasuk tokoh yang terbunuh dalam peristiwa Gerakan 30 September. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara, Yogyakarta.

10. Kolonel Sugiono
Inilah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia
Kolonel Anumerta R. Sugiyono Mangunwiyoto (lahir di Gedaren, Sumbergiri, Ponjong, Gunung Kidul, 12 Agustus 1926 – meninggal di Kentungan, Yogyakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 39 tahun) adalah seorang pahlawan Indonesia yang merupakan salah seorang korban peristiwa Gerakan 30 September.Kol. Sugiyono menikah dengan Supriyati. Mereka memiliki anak enam orang laki-laki; R. Erry Guthomo (l. 1954), R. Agung Pramuji (l. 1956), R. Haryo Guritno (l. 1958), R. Danny Nugroho (l. 1960), R. Budi Winoto (l. 1962), dan R. Ganis Priyono (l. 1963); serta seorang anak perempuan, Rr. Sugiarti Takarina (l. 1965), yang lahir setelah ayahnya meninggal. Nama Sugiarti Takarina diberikan oleh Presiden Sukarno.Ia dimakamkan di TMP Semaki, Yogyakarta.
http://namapedia.blogspot.co.id/
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/08/2015 06:39:00 PM
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/08/2015 06:39:00 PM

Pahlawan Wanita Indonesia


Pahlawan Wanita Indonesia
Pahlawan berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu “phala-wan” yang memiliki arti “orang yang dari dalam dirinya telah menghasilkan sesuatu (phala) yang berkualitas untuk bangsa, negara dan agama” atau bisa juga diartikan sebagai orang yang terkenal akan keberanian dan pengorbanannya dalam usaha untuk membela kebenaran, atau yang disebut juga dengan pejuang yang gagah berani.

Berkat semangat juang para pahlawan yang sangat gigih memperjuangkan kemerdekaan, membuat negara ini menjadi negara yang berdaulat dan bebas dari penjajahan. Dari sekian banyak pahlawan negeri ini (159 Pahlawan Nasional), diantaranya merupakan para wanita tangguh yang selalu siap mempertaruhkan jiwa dan raganya untuk negara Indonesia tercinta.

Sesuai dengan ketetapan yang telah diterbitkan oleh pemerintah hingga saat ini ada sekitar 12 pahlawan wanita yang telah diakui sebagai pahlawan nasional yang semasa hidup mereka selalu berjuang untuk mengangkat harkat dan martabat bangsanya. Diantaranya adalah: Tjoet Nja’ Dhien, Tjoet Nja’ Meutia, Raden Adjeng Kartini, Raden Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, Maria Walanda Maramis, Nyai Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan, Nyi Ageng Serang, Hj. Rangkayo Rasuna Said, Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto, Hj. Fatmawati Soekarno, dan Opu Daeng Risadju.

Dengan tidak mengesampingkan peranan para pahlawan yang mungkin belum pernah disebut namanya melalui ketetapan pemerintah atau apapun itu, marilah kita do’a kan semoga para pahlawan yang berjuang untuk negeri ini senantiasa mendapat rahmat di sisi Allah SWT. Semoga jiwa semangat juang mereka bisa merasuk membasahi jiwa para pemimpin kita sekarang. Berikut nama-nama pahlawan nasional wanita sesuai dengan ketetapan pemerintah Republik Indonesia.

1. Nyi Ageng Serang (penetapan 13 Desember 1974)
Pahlawan Wanita Indonesia
Nyi Ageng Serang lahir di Purwodadi, Jawa Tengah, 1752 dan wafat di Yogyakarta, 1828. Beliau ini merupakan pemimpin daerah Serang, yang memimpin pasukan dari tandu untuk membantu Pangeran Diponegoro dalam melawan penjajahan Belanda selama kurang lebih 3 tahun.

2. Raden Dewi Sartika (penetapan 1 Desember 1966)
Pahlawan Wanita Indonesia
Raden Dewi Sartika lahir di Bandung, Jawa Barat, 4 Desember 1884 dan wafat di Tasikmalaya, 11 September 1947. Beliau ini merupakan tokoh perintis pendidikan kaum wanita lewat sebuah yayasan yang bernama Saloka Istri pada tahun 1904. Semangat Dewi Sartika dalam memberi pelajaran kepada masyarakat khususnya untuk kaum perempuan di sekitar tempat tinggalnya, membuat semangat dan cita-cita tersebut terus bergelora hingga saat ini.

3. Raden Ajeng Kartini (penetapan 2 Mei 1964)
Pahlawan Wanita Indonesia
Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 dan wafat di Rembang, 17 September 1904. Beliau ini merupakan pelopor kebangkitan perempuan dengan beberapa pemikiran dan pandangannya yang sangat kritis tentang emansipasi wanita. Terbitnya beberapa surat R.A. Kartini, sangat menarik perhatian masyarakat Belanda yang menetap di Indonesia. Pemikiran-pemikiran tersebut secara perlahan mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi dan khususnya di daerah Jawa. Pemikiran Kartini yang tertuang dalam beberapa suratnya tersebut telah menjadi inspirasi para tokoh kebangkitan nasional, diantaranya adalah W.R. Soepratman yang kemudian menciptakan sebuah lagu yang berjudul “Ibu Kita Kartini”.

4. Opu Daeng Risadju (penetapan 3 Nopember 2006)
Pahlawan Wanita Indonesia
Opu Daeng Risadju lahir di Palopo, Sulawesi Selatan, 1880 dan wafat di Palopo, Sulawesi Selatan, 10 Februari 1964. Beliau ini melakukan pemberontakan kepada tentara NICA pada tahun 1946. Tetapi, beliau berhasil ditangkap oleh para penjajah beberapa bulan kemudian. Saat menjalani hukuman karena pemberontakan yang beliau lakukan, beliau disiksa dengan sangat keji hingga menyebabkan beliau menjadi tuli sampai akhir hayatnya.

5. Nyai Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan (penetapan 22 September 1971)
Pahlawan Wanita Indonesia
Nyai Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan lahir di Kauman, Jogjakarta, 1872 dan wafat di Kauman, Jogjakarta, 31 Mei 1946. Beliau ini lebih dikenal dengan panggilan Nyai Ahmad Dahlan. Beliau ini juga merupakan pahlawan yang berjuang dalam pendidikan untuk kaum wanita di bidang pengetahuan agama. Beliau sering mengadakan pengajian untuk para kaum wanita, pengajian tersebut akhirnya berkembang dan kini menjadi wadah organisasi ibu-ibu yang bernama “Lembaga ‘Aisyiyah” dalam organisasi Muhammadiyah.

6. Martha Christina Tiahahu (penetapan 20 Mei 1969)
Pahlawan Wanita Indonesia
Martha Christina Tiahahu lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800 dan wafat di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1801. Beliau ini ikut serta mengangkat senjata dan terjun langsung ke medan perang melawan para penjajah Belanda dalam upayanya membantu sang ayah yang juga merupakan pembantu dari Kapitan Pattimura.

7. Maria Walanda Maramis (penetapan 20 Mei 1969)
Pahlawan Wanita Indonesia
Maria Walanda Maramis lahir di Kema, Sulawesi Utara, 1 Desember 1872 dan wafat di Maumbi, Sulawesi Utara, 22 April 1924. Beliau ini bercita-cita memberdayakan kaum ibu dan mendirikan sebuah organisasi yang bernama Percintaan Ibu Kepada Anak Turunannya (PIKAT) pada tahun 1917, dengan tujuan untuk memperjuangkan pendidikan kaum wanita, khususnya para kaum ibu agar mereka dapat meningkatkan kesehatan anak dan kesejahteraan keluarganya. Pada tahun 1919, beliau juga aktif memperjuangkan agar kaum wanita juga memiliki hak suara di lembaga perwakilan Minahasa Raad.

8. Hj. Rangkayo Rasuna Said (penetapan 13 Desember 1974)
Pahlawan Wanita Indonesia
Hj. Rangkayo Rasuna Said lahir di Agam, Sumatera Barat, 14 September 1910 dan wafat di Jakarta, 2 November 1965. Beliau pernah dipenjara oleh penjajah Belanda pada tahun 1932 karena memprotes ketidakadilan yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia-Belanda. beliau juga pernah menjabat sebagai anggota DPR-RIS dan Dewan Pertimbangan Agung.

9. Hj. Fatmawati Soekarno (penetapan 4 Nopember 2000)
Pahlawan Wanita Indonesia
Hj. Fatmawati Soekarno lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923 wafat di Kuala Lumpur, Malaysia, 14 Mei 1980. Beliau ini adalah orang yang menjahit bendera pusaka “Sang Saka Merah Putih” yang dikibarkan saat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Beliau juga merupakan salah satu istri dari Ir. Soekarno dan merupakan Ibu Negara RI yang pertama. Beliau juga aktif menggalang dana untuk membangun sebuah rumah sakit yang kini bernama RSUP Fatmawati.

10. Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto (penetapan 30 Juli 1996)
Pahlawan Wanita Indonesia
Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 23 Agustus 1923 dan wafat di Jakarta, 28 April 1996. Beliau ini adalah salah satu Laskar Putri Indonesia pada masa perang revolusi kemerdekaan RI, menyediakan dapur umum dan P3K untuk para pejuang. Beliau juga merupakan Ibu Negara pada masa pemerintahan Presiden Suharto. Beliau ini juga seorang pengusaha yang mendirikan beberapa usaha, diantaranya Taman Mini Indonesia Indah, Taman Buah Mekarsari, Perpustakaan Nasional, Rumah Sakit Kanker Dharmais dan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita.

11. Tjoet Nja’ Meutia “Cut Nyak Meutia” (penetapan 2 Mei 1964)
Pahlawan Wanita Indonesia
Tjoet Nja’ Meutia (Cut Nyak Meutia) lahir di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, 1870 dan wafat di Alue Kurieng, Aceh, 24 Oktober 1910. Pada awalnya Tjoet Meutia melakukan perlawanan kepada para penjajah Belanda bersama dengan suaminya Teuku Muhammad (Teuku Tjik Tunong). Namun, pada bulan Maret 1905, Tjik Tunong ditangkap oleh penjajah Belanda dan kemudian dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sepeninggal suaminya Tjoet Meutia tetap gigih melakukan perlawanan kepada para penjajah Belanda bersama dengan Pang Nagroe, hingga akhirnya beliau tewas ditangan penjajah pada tanggal 26 September 1910.

12. Tjoet Nja’ Dhien “Cut Nyak Dien” (penetapan 2 Mei 1964)
Pahlawan Wanita Indonesia
Tjoet Nja’ Dhien (Cut Nyak Dien) lahir di Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 dan wafat di Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908. Cut Nyak Dien bersama dengan Teuku Umar (suaminya), memimpin berbagai peperangan di tanah rencong (Aceh) melawan pasukan penjajah Belanda sejak tahun 1880. Penjajah Belanda mengaku sangat kewalahan menghadapi perlawanan duet pemimpin ini. Perjuangan Cut Nyak Dien juga pernah di film-kan dalam sebuah drama epos yang berjudul “Tjoet Nja’ Dhien” pada tahun 1988 yang disutradarai oleh Eros Djarot dan dibintangi oleh Christine Hakim sebagai Tjoet Nja’ Dhien, Piet Burnama sebagai Pang Laot, Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar dan didukung juga oleh Rudy Wowor. Film tersebut berhasil memenangkan Piala Citra sebagai film terbaik. Film tersebut juga merupakan film Indonesia pertama yang ditayangkan di Festival Film Cannes (tahun 1989).
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/08/2015 07:06:00 AM
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/08/2015 07:06:00 AM