Rabu, 07 Oktober 2015

Sejarah Mata Uang Rupiah

Sejarah Mata Uang Rupiah
Rupiah adalah mata uang resmi Indonesia. Mata uang ini dicetak dan diatur penggunaannya oleh Bank Indonesia dengan kode ISO 4217 IDR. Secara tidak formal, orang Indonesia juga menyebut mata uang ini dengan nama "perak". Satu rupiah dibagi menjadi 100 sen, walaupun inflasi telah membuatnya tidak digunakan lagi kecuali hanya pada pencatatan di pembukuan bank.
Rupiah merupakan mata uang resmi Indonesia. Nama rupiah biasanya dikaitkan oleh banyak pihak sebagai pelafalan dari ”rupee” mata uang India, namun sebenarnya menurut Adi Pratomo, salah satu peneliti sejarah uang Indonesia, rupiah diambil dari kata rupia dalam bahasa Mongolia. Rupia sendiri berarti perak. Memang sama dengan arti rupee, namun rupiah sendiri merupakan pelafalan asli Indonesia karena adanya penambahan huruf ’h’ di akhir kata rupia, sangat khas sebagai pelafalan orang-orang Jawa. Hal ini sedikit berbeda dengan banyak anggapan bahwa rupiah adalah salah satu unit turunan dari mata uang India. Rupee India sebenarnya juga dapat dikatakan sebagai turunan dari kata rupia itu sendiri, dengan begitu rupiah Indonesia memiliki tingkatan yang sama bukan sebagai unit turunan dari mata uang India tersebut.


Pada masa-masa awal kemerdekaan, Indonesia belum menggunakan mata uang rupiah namun menggunakan mata uang resmi yang dikenal sebagai ORI.. ORI memiliki jangka waktu peredaran di Indonesia selama 4 tahun, ORI sudah mulai digunakan semenjak 1945-1949. Namun penggunaan ORI secara sah baru dimulai semenjak diresmikannya mata uang ini oleh pemerintah sebagai mata uang Indonesia pada 30 Oktober 1946. ORI pada masa awal tersebut dicetak oleh Percetakan Canisius dengan bentuk dan disain yang sangat sederhana dan menggunakan pengaman serat halus. Bahkan dapat dikatakan ORI pada masa tersebut merupakan mata uang yang sangat sederhana, seadanya, dan cenderung berkualitas kurang, apalagi jika dibandingkan dengan mata uang lainnya yang beredar di Indonesia. Pada masa awal kemerdekaan tersebut ORI beredar luas di masyarakat meskipun uang ini hanya dicetak di Yogyakarta saja. ORI sedikitnya sudah dicetak sebanyak lima kali dalam jangka waktu empat tahun antara lain, cetakan I pada 17 Oktober 1945, seri II pada 1 Januari 1947, seri III dikeluarkan pada 26 Juli 1947. Pada masa itu ORI merupakan mata uang yang memiliki nilai yang sangat murah jika dibandingkan dengan uang-uang yang dikeluarkan oleh de Javasche Bank. Padahal uang ORI adalah uang langka yang semestinya bernilai tinggi.
Ada banyak keraguan sebenarnya mengenai bagaimana tepatnya mata uang ini mulai ada dan dipakai sebagai mata uang resmi. Pada masa setelah diresmikannya rupiah masih ada satu bentuk mata uang yang sempat dipakai di Indonesia. Mata uang ini adalah mata uang yang dikeluarkan pada masa RIS yang dikenal sebagai mata uang RIS. Mata uang ini masuk dalam sejarah perkembangan mata uang Indonesia sebagai pengganti sementara Rupiah. Setelah masa RIS berakhir mata uang Indonesia kembali menjadi rupiah, namun tidak ada sumber pasti yang menyebutkan mengenai waktu transisi secara tepat dari mata uang RIS ke mata uang rupiah ini. Setelah masa RIS tersebut rupiah mulai dipakai secara umum dan mulai banyak mengalami perkembangan dan penyempurnaan. Sebagai mata uang resmi Indonesia, rupiah kemudian dikeluarkan dan dikontrol oleh Bank Indonesia. Terlebih lagi semenjak Bank Indonesia secara resmi dijadikan bank central dan diberi kewenangan penuh untuk mengatur perbankan negara pada 1 Juli 1953. Rupiah kemudian diberi kode atau simbol yang digunakan pada semua pecahan uang kertas dan uang logam berupa Rp dan diakui oleh semua pihak.
Rupiah sendiri tidak secara langsung dapat tersebar secara merata di bumi Indonesia. Persebaran mata uang ini tidak begitu merata secara cepat. Misalnya saja, daerah kepulauan Riau dan Papua baru menggunakan mata uang rupiah pada tahun 1964 dan 1971. Semenjak dipakainya rupiah sebagai mata uang resmi, rupiah berulang kali mengalami pergolakan. Devaluasi dan Pemangkasan merupakan hal yang selalu menghiasi perkembangan rupiah. Devaluasi terjadi pada beberapa periode misalnya saja pada 7 Maret 1946, 20 September 1949 ,Februari 1952 ,September 1959, akhir Januari 1963 dan tahun 1964. Pemangkasan nilai rupiah juga tejadi pada rupiah antara lain terjadi pada 25 Agustus 1959 dan 29 Maret 1983. Perubahan-perubahan tampilan, nilai mata uang, bentuk, dan warna pun mewarnai perkembangan mata uang resmi Indonesia ini. Mulai dari ORI yang bentuk, gambar, cetakan, dan kertasnya memiliki kualitas yang buruk hingga kini uang-uang kertas telah memiliki bentuk dan tampilan yang mewah dan rapi.
Rupiah sudah mengalami banyak sekali masa-masa seiring berkembangnya bangsa ini. Rupiah juga berkembang mengikuti perkembangan masa di Indonesia. Ia sempat tidak dianggap sebagai mata uang resmi ketika ORI menjadi mata uang yang diresmikan pemerintah, ia juga sempat tergantikan oleh mata uang RIS, namun pada hakikatnya seluruh mata uang tersebut sebenarnya merupakan sejarah dari rupiah itu sendiri sebagai sebuah mata uang resmi Indonesia. Sudah banyak pahlawan, daerah nusantara, dan kebudayaan yang tergambar di mata uang rupiah. Sudah banyak seri yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengganti, memperbaiki, dan menyempurnakan mata uang kebanggan negara ini. Bagaimanapun, rupiah merupakan sebuah cermin dari bangsa Indonesia. Ketika mendengar kata rupiah, hal yang langsung terpikirkan adalah Indonesia, jelas karena rupiah adalah milik Indonesia saja dan tidak ada negara lain yang memiliki rupiah. Sebagai salah satu kebangaan negara, sudah semestinya rupiah juga dijunjung tinggi. Rupiah sudah selayaknya diakui, dibanggakan, dan dijaga oleh setiap warga negara Indonesia.

Bank Indonesia sebagai otoritas moneter di Indonesia merencanakan kebijakan pengurangan nilai pecahan mata uang rupiah tanpa mengurangi nilainya dengan cara menghilangkan 3 angka 0 terakhir (x000 menjadi x). Rencana kebijakan ini dilontarkan oleh Bank Indonesia pada awal Mei 2010 dan dikonfirmasikan oleh Gubernur BI terpilih, Darmin Nasution pada 31 Juli 2010. Kebijakan redenominasi ini diambil setelah hasil riset Bank Dunia menyebutkan bahwa uang pecahan Rupiah Indonesia Rp100.000 adalah yang terbesar kedua di dunia setelah Dong Vietnam (VND) 500.000. Proses redenominasi akan mundur dari rencana yang semula akan direalisasikan pada 14 Agustus 2014
http://www.gurusejarah.com/
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 08:23:00 PM
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 08:23:00 PM

Biografi Ismail Marzuki

Biografi Ismail Marzuki
Ismail Marzuki (lahir di Kwitang, Senen, Batavia, 11 Mei 1914 – meninggal di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta, 25 Mei 1958 pada umur 44 tahun) adalah salah seorang komponis besar Indonesia. Namanya sekarang diabadikan sebagai suatu pusat seni di Jakarta yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM) di kawasan Salemba, Jakarta Pusat.

Ismail Marzuki lahir dan besar di Jakarta dari keluarga Betawi.

Kontribusi bagi Musik Indonesia
Lagu ciptaan karya Ismail Marzuki yang paling populer adalah Rayuan Pulau Kelapa yang digunakan sebagai lagu penutup akhir siaran oleh stasiun TVRI pada masa pemerintahan Orde Baru.

Ismail Marzuki mendapat anugerah penghormatan pada tahun 1968 dengan dibukanya Taman Ismail Marzuki, sebuah taman dan pusat kebudayaan di Salemba, Jakarta Pusat. Pada tahun 2004 dia dinobatkan menjadi salah seorang tokoh pahlawan nasional Indonesia.
Ia sempat mendirikan orkes Empat Sekawan. Selain itu ia dikenal publik ketika mengisi musik dalam film Terang Bulan.

Kontroversi pencipta lagu Halo, Halo Bandung
Ismail Marzuki selama ini diyakini sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai pencipta lagu Halo, Halo Bandung yang terkenal. Lagu tersebut menggambarkan besarnya semangat rakyat Bandung dalam peristiwa Bandung Lautan Api. Namun sebenarnya siapa pencipta lagu tersebut yang sebenarnya masih diperdebatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia.
Ismail Marzuki selama ini diyakini sebagian besar masyarakat Indonesia sebagai pencipta lagu Halo, Halo Bandung yang terkenal. Lagu tersebut menggambarkan besarnya semangat rakyat Bandung dalam peristiwa Bandung Lautan Api. Namun sebenarnya siapa pencipta lagu tersebut yang sebenarnya masih diperdebatkan oleh sebagian masyarakat Indonesia.


  • Aryati
  • Gugur Bunga
  • Melati di Tapal Batas (1947)
  • Wanita
  • Rayuan Pulau Kelapa
  • Sepasang Mata Bola (1946)
  • Bandung Selatan di Waktu Malam (1948)
  • O Sarinah (1931)
  • Keroncong Serenata
  • Kasim Baba
  • Bandaneira
  • Lenggang Bandung
  • Sampul Surat
  • Karangan Bunga dari Selatan
  • Selamat Datang Pahlawan Muda (1949)
  • Juwita Malam
  • Sabda Alam
  • Roselani
  • Rindu Lukisan
  • Indonesia Pusaka
https://id.wikipedia.org
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 07:44:00 PM
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 07:44:00 PM

Biografi C.Simanjuntak

Biografi C.Simanjuntak
Ini adalah nama Suku Batak Toba; Marga tokoh ini adalah "Simanjuntak".
Cornel Simanjuntak (Pematangsiantar, Sumatera Utara, 1921 - Yogyakarta, 15 September 1946) adalah seorang pencipta lagu-lagu heroik dan patriotik Indonesia. Ia dianggap sebagai tokoh yang membawa bibit unggul perkembangan musik Indonesia.

Masa Pra-Kemerdekaan

Cornel Simanjuntak yang beragama Katolik dilahirkan di Pematang Siantar tahun 1921 dari keluarga pensiunan polisi kolonial. Cornel tamatan HIS St. Fransiscus Medan, 1937, HIK Xaverius College Muntilan 1942.

Kemudian, jadi guru di Magelang beberapa bulan. Pindah ke Jakarta, jadi guru SD Van Lith. Tetapi karena bakat seninya lebih garang, ia beralih profesi ke Kantor Kebudayaan Jepang, Keimin Bunka Shidosho. Di sanalah ia menciptakan lagu propaganda Jepang antara lain: Menanam Kapas, Bikin Kapal, Menabung — yang paling populer di antaranya berjudul Hancurkanlah Musuh Kita. Guru musiknya adalah Pater J. Schouten dan Ray serta juga mendiang Sudjasmin.

Masa Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan

Cornel memiliki sejumlah pengalaman perang. Pada tahun 1945-1946, ia mengarahkan moncong senjatanya kepada tentara Gurkha/Inggris. Malang, dalam sebuah pertempuran di daerah Senen - Tangsi Penggorengan Jakarta, pahanya tertembak. Dirawat di RSUP. Belum sembuh benar, ia diselundupkan ke Karawang karena Gurkha melakukan pembersihan.

Dari Karawang ia dikirim ke Yogyakarta. Di kota inilah kemudian lahir lagu-lagu yang heroik dan patriotik. Antara lain: Tanah Tumpah Darah, Maju Tak Gentar, Pada Pahlawan, Teguh Kukuh Berlapis Baja, Indonesia Tetap Merdeka.

Peluru di paha Cornel konon tetap bersarang ketika penyakit kronis TBC menyerangnya — dan langsung menumbangkannya ke liang lahat. Ia meninggal pada tanggal 15 September 1946 di Sanatorium Pakem, Yogya, dalam status perjaka. Ia dimakamkan di Pemakaman Kerkop Yogyakarta.

Menjelang maut Cornel masih sempat mengangkat telepon untuk menyampaikan pesan-entah kepada siapa, entah pesan apa-tapi ia keburuh jatuh, dan mata serta mulutnya menjadi kaku. Menurut rekannya sesama pejuang, Karkono Kamajaya, menjelang ajal ia masih sempat menulis lagu bernama Bali Putra Indonesia. Lagu yang ditulis dengan gamelan itu belum selesai.

Pemindahan Makam ke TMP Semaki Yogyakarta

Pemindahan Cornel ke Taman Makam Pahlawan sebenarnya sudah diusulkan sejak September 1978. Hampir saja merepotkan, karena beberapa instansi meminta data-data berupa bintang jasa yang ada.

Ternyata Cornel tidak sebiji pun mengantongi persyaratan itu. Ia hanya mewariskan tanda kehormatan Piagam Satya Lencana Kebudayaan yang dianugerahkan tahun 1961 oleh Pemerintah Indonesia. Letkol Suharsono S., Dan Dim 0734 Yogya, menganggap Satya Lencana itu setingkat dengan Bintang Gerilya atau bintang-gemintang lainnya. Jadi bisa dipakai sebagai tiket masuk Mahkam Pahlawan, asal ada izin keluarga.

Usul yang didalangi para seniman yang tergabung dalam ‘Sasana Vocalia Yogya’ pimpinan Suyudono Hr tersebut, akhirnya jadi lancar ketika KSAD Jenderal Widodo memberikan persetujuannya.

Dari Kerkop, kerangka sempat diinapkan di Art Gallery Senisono di samping Gedung Agung. Maklumlah gedung mi dlanggap pusat kesenian Yogya. Selama itu lagu-lagu mendiang berkumandang terus-menerus dibawakan oleh sejumlah bocah dari Paduan Suara Bocah Bocah Sasana Vokalia. Serentetan tembakan salvo mendampingi prosesi ketika sisa-sisa tubuh Cornel Simanjuntak dalam liang lahat yang lebih terhormat di Taman Makam Pahlawan Semaki di kota yang sama. Hari itu, 10 Nopember 1978, Yogya mengenang kembali komponis pejuang itu.

Gugur sebagai seniman dan prajurit tanah air,” demikian kalimat di batu nisan Cornel Simanjuntak.
https://id.wikipedia.org
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 07:34:00 PM
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 07:34:00 PM

Sejarah Nama Indonesia

Sejarah Nama Indonesia
Nama Indonesia berasal dari berbagai rangkaian sejarah yang puncaknya terjadi di pertengahan abad ke-19. Catatan masa lalu menyebut kepulauan di antara Indocina dan Australia dengan aneka nama, sementara kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai ("Kepulauan Laut Selatan"). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas", diperkirakan Pulau Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.

Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatera), Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa").

Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang", sementara kepulauan ini memperoleh nama Kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang kelak juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais). Unit politik yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini.

Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu "Insulinde", yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin "insula" berarti pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan organisasi pergerakan di awal abad ke-20.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur"), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.

Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti "pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris):

"... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.

Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan yang sekarang dikenal sebagai Indonesia, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. [1] Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.

Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):

"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"
Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. [1]

Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel ("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu") sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.

Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau. Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch ("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang Indonesia")..

Politik

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai akibatnya, pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. [1]

Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,


"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air pada masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesiër) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."
Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.

Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia-Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesië diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Permohonan ini ditolak. Sementara itu, Kamus Poerwadarminta yang diterbitkan pada tahun yang sama mencantumkan lema nusantara sebagai bahasa Kawi untuk "kapuloan (Indonesiah)".

Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia-Belanda". Pada tanggal 17 Agustus 1945, menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia.

Linguistik

Sebelum bahasa Indonesia ditahbiskan menjadi bahasa persatuan pada Sumpah Pemuda, maka sejumlah linguis Eropa telah menggunakan istilah "bahasa Indonesia" alih-alih "bahasa Melayu" untuk menyebut bahasa yang dipertuturkan di Indonesia, terutama setelah terlihat percabangan pembakuan bahasa yang dipertuturkan di kedua wilayah tersebut pada awal abad ke-20. Pada tahun 1901, Hindia-Belanda (kelak menjadi Indonesia) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen, sedangkan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson.[2] Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

Salah satu linguis yang memopulerkan nama bahasa Indonesia adalah linguis Swis, Renward Brandstetter (1860-1842), yang dikenal sebagai pencetus teori akar bahasa Austronesia yang sejak 1908 mulai menyebut dirinya sebagai indonesischer Sprachforscher (peneliti bahasa Indonesia). Tulisan-tulisan Brandstetter pada kurun waktu sebelumnya (1893-1908) yang disebutnya Malaio-polynesische Forschungen (studi [bahasa] Melayu Polinesia), mulai 1908 dinamai ulang menjadi Monographien zur indonesischen Sprachforschung (monograf-monograf mengenai riset bahasa Indonesia). Walaupun demikian, "bahasa Indonesia" yang dimaksud oleh Brandstetter lebih luas daripada sekadar bahasa di Hindia-Belanda saja, melainkan juga mencakup bahasa-bahasa Filipina, bahasa Madagaskar, "mulai dari Formosa hingga ke Madagaskar" oleh karena itu penggunaan istilah Indonesia oleh kalangan lingustik tidak memiliki konotasi geopolitis yang sama dengan masa sekarang, melainkan sebagai cabang dari rumpun bahasa Melayu-Polinesia Barat atau Austronesia Barat[4]. Penelitian Brandstetter tentang Bahasa Indonesia telah diterbitkan dalam bahasa Inggris pada tahun 1916 (empat esai) dan satu di antaranya telah diterbitkan dalam bahasa Indonesia pada 1956[6]. Esai-esai itu mempengaruhi perkembangan ilmu linguistik Austronesia. Tentang ketertarikannya, ia menyebutkan pengaruh Niemann, Hurgronje, Adriani, dan Conant: "... Dengan begitu bertahun-tahun saja telah mempeladjari berbagai teks dalam bahasa Indonesia, mula-mula dibawah pimpinan Niemans, kemudian sendiri sadja. Kalau teks-teks itu tiada memuaskan, maka saja – oleh sebab tak pernah mengundjungi Indonesia – berhubungan dengan kaum penjelidik jang telah berpuluh-puluh tahun diam disana, untuk memperoleh keterangan dengan lisan, terutama dengan Snouck Hurgronje, Adriani dan Conant."

Penggunaan istilah "bahasa Indonesia" dalam pengertian modern, yaitu seperti dalam pemikiran Suryaningrat, baru muncul setelah 1918, dan dipakai dalam karya-karya, a.l.: Adriaanse (1918), Jonkman (1918), Ratu Langie (1918). Secara internasional, istilah tersebut mulai digunakan luas pada 1920-an, seperti dalam Weber (1922), dan Congres International Pour la Paix di Paris (1926)
https://id.wikipedia.org/
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 07:10:00 PM
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 07:10:00 PM

Biografi Kusbini

Biografi Kusbini
R. Kusbini di Djantoeng Hati Pertjatoeran Doenia, November 1941.
Kusbini (lahir di Mojokerto, Jawa Timur, 1 Januari 1910 – meninggal di Yogyakarta, 28 Februari 1991 pada umur 81 tahun) adalah tokoh musik kroncong era 1930 - 1955 yang legendaris, bersama Annie Landouw, Gesang, S. Abdoellah, Miss Roekiah, dll.

Latar belakang
Ia lahir di Desa Kemlagi, Mojokerto, Jawa Timur. Pada era "Keroncong Abadi" (1920 - 1960), ia merupakan tokoh penyanyi dan komponis Indonesia. Pada era sekitar tahun 1937 - 1942 ia aktif dalam menyanyi dan main musik keroncong bersama Annie Landouw, S. Abdoellah, Gesang. Pada masa Hindia Belanda ia menuliskan kembali (transkrip) lagu keroncong Telomoyo, Moresko, Nina Bobo, dll. Namun juga mencipta lagu Kr. Purbakala.

Tahun 1942 - 1978
Pada tahun 1945 - 1952 menciptakan lagu perjuangan bersama C.Simanjuntak, Ismail Marzuki, L. Manik, dll. Tahun 1950 ia kemudian bekerja di P&K Yogyakarta untuk urusan musik. Ia juga merupakan tokoh pendiri SMINDO 1954 (Sekolah Musik Indonesia Yogyakarta milik Pemerintah - yang kemudian menjadi AMI dan ISI Yogyakarta). Selain itu, ia mendirikan SOSI (Sekolah Olah Seni Indonesia) yang sekarang diasuh dan diteruskan oleh anak-anaknya. Lagunya "Bagimu Negeri" merupakan lagu wajib perjuangan yang diciptkannya pada tahun 1942 dan ditetapkan sebagai lagu nasional pada tahun 1960. Awal penciptaan lagu tersebut bermula ketika Kusbini bertemu dengan Bung Karno yang bertanya padanya mengenai gagasan menciptakan sebuah lagu perjuangan dan saat itu juga Kusbini langsung menyetujuinya. Kusbini mengartikan " Negeri " sebagai Negara (Neg), ia sengaja menyelebungkan pesan perjuangan ini karena Jepang tidak menyukai segala hal yang berhubungan dengan perjuangan kemerdekaan. Sebelum dikumandangkan secara resmi, lagunya itu mengalami perubahan syair beberapa kali kemudian Ibu Sud menyanyikannya untuk pertama kali melalui Hoso Kanri Kyoku.

Pada tahun 1978 Kusbini digugat oleh J. Semedi yang mengaku sebagai pencipta lagu Padamu Negeri saat itu Kusbini dituduh membajak. Perkara ini sempat menimbulkan suasana rumit (polemik) di pengadilan, namun akhirnya berakhir dengan kemenangan Kusbini.

Pemilihan bintang radio
Pada tahun sekitar 1952 - 1956, pihak RRI (Radio Republik Indonesia) menyelenggarakan Pemilihan Bintang Radio dan juga Lagu Keroncong, ia memenangkan pemilihan lagu keroncong, yaitu Kr. Pastoral.

Dimasa - masa tuanya Kusbini menulis beberapa buku, antara lain :
Kumpulan lagu - lagu keroncong Indonesia
Sejarah seni musik keroncong Indonesia
Diktat gitar
Diktat vokal
Teori musik
Diktat viool, dan
Pelajaran bass

Disamping hal tersebut beberapa penghargaan yang diterima yaitu:
Pembina Musik Keroncong Indonesia (P dan K tahun 1972)
Medali Arati Bayangkara (dari Korwil II, tahun 1976)

Memang tidak banyak yang tahu tentangnya, sehingga ia meninggal tidak banyak yang tahu jasanya sebagai tokoh musik di Indonesia dan penulis buku terutama yang menyangkut tentang musik. Namun setelah ia meninggal Pemda Yogyakarta memberi nama Jl. Jetishardjo menjadi Jl. Kusbini. TV Yogyakarta baru-baru ini membuat film pendek mengenai riwayat hidupnya.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kusbini
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 06:42:00 AM
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 06:42:00 AM

Biografi Wage Rudolf Supratman

Lahir dan Masa Kecil

WR Soepratman atau Wage Rudolf Soepratman dilahirkan pada tanggal 9 Maret 1903 tepatnya hari Senin Wage, di Jatinegara Jakarta. Tapi ada pula versi yang menyebutkan kelahirannya adalah tanggal 19 Maret. Ia adalah anak dari seorang sersan di Batalyon VIII yang bernama Senen. WR Soepratman adalah tujuh bersaudara. Salah satu kakaknya yang juga ikut menorehkan sejarah kesuksesan beliau adalah Roekijem yang bersuamikan seorang Belanda yang bernama Willem van Eldik.

Ketika WR Soepratman berumur 11 tahun, ia ikut kakaknya Roekitjem yang berdomisili di Makassar. WR Soepratman kemudian disekolahkan oleh kakak iparnya.

WR Soepratman kemudian mendalami bahasa Belanda selama 3 tahun yang kemudian berlanjut ke Normaalschool. Pada tahun 1923 yaitu ketika WR Soepratman telah menamatkan pendidikannya, ia lalu menjadi guru di Sekolah Angka 2. Pada tahun 1925, ijazah Klein Ambtenaar miliknya keluar.

Setelah keluar dari guru di Sekolah Angka 2, WR Soepratman kemudian bekerja di sebuah perusahaan dagang yang di Ujung Pandang. WR Soepratman kemudian beralih profesi menjadi wartawan surat kabar Kaoem Moeda di Bandung yang kemudian berpindah ke surat kabar Sin Poo di Jakarta. Pada saat itulah, WR Soepratman banyak bergaul dengan tokoh pergerakan nasional dan dirinya mulai tertarik dengan pergerakan nasional.

Dari hubungannya dengan tokoh-tokoh nasionalis tersebut, timbullah rasa benci terhadap Belanda yang kemudian ia tuliskan rasa tidak senang itu di sebuah buku karangannya yang berjudul Perawan Desa. Buku itu memberikan inspirasi banyak orang agar bersatu untuk melawan Belanda sehingga buku tersebut dilarang beredar oleh Belanda.

WR Soepratman kemudian berpindah tugas di kota Singkang, namun kemudian WR Soepratman mengundurkan diri dari wartawan dan pulang kembali ke rumah kakaknya, Roekitjem di Makassar.

Roekitjem adalah seorang yang ahli bermain musik biola dan sandiwara. Banyak hasil kreasinya baik itu musik biola atau sandiwara yang kemudian dipentaskan di mes militer. Keahlian sang kakak ini kemudian menarik minat WR Soepratman akan musik. Beliau akhirnya banyak belajar musik dari sang kakak dan membaca buku-buku musik milik kakaknya. Beliau juga diajari musik oleh kakak iparnya yaitu suami Roekitjem. WR Soepratman menunjukkan kemajuannya dalam bermain musik, beliau bahkan sudah bisa menggubah lagu. Suatu hari, WR Soepratman membaca suatu majalah yang bernama majalah Timbul yang isinya menantang para ahli musik Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan.

Mengetahui hal ini, WR Soepratman merasa tertantang untuk ikut menciptakan karya luhur tersebut. WR Soepratman lalu menggubah lagu yang kemudian pada 1924 terciptalah lagu “Indonesia Raya” karyanya.
Pada tahun 1928 bulan Oktober, diadakanlah Kongres Pemuda II dimana para tokoh pergerakan nasional dan perwakilan para pemuda seluruh Indonesia berkumpul untuk menyatukan visi mencapai Indonesia Merdeka. Di situ WR Soepratman juga hadir dan pertama kalinya beliau memperdengarkan lagu Indonesia Raya secara instrumental dengan biola (tanpa syair). Mengapa dikumandangkan lagu Indonesia Raya itu secara instrumental? Hal ini adalah usulan Soegondo Djojopuspito, salah satu tokoh pergerakan nasional, dengan alasan menjaga situasai politik dan kondisi saat itu. Banyak hadirin terpukau dengan lagu itu. Lagu tersebut telah berhasil mewakili keinginan rakyat Indonesia untuk segera merdeka dari Belanda.

Sesudah kongres itu, lagu Indonesia raya selalu diperdengarkan di kongres politik dan kongres nasional lainnya.

Belanda begitu khawatir akan efek persatuan yang ditimbulkan oleh lagu itu. Akhirnya Belanda selalu memburu WR Soepratman yang telah menciptakan lagu tersebut. Karena selalu menghindar dari kejaran polisi Belanda, W Soepratman akhirnya kelelahan dan jatuh sakit di Surbaya. WR Soepratman juga menciptakan lagu “Matahari Terbit” pada tahun 1938, ia kemudian menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu NIROM di jalan Embong Malang yang akhirnya membuatnya benar-benar ditangkap oleh Belanda dan dijebloskan di penjara Kalisosok Surabaya.

Kesehatannya yang menurun drastis ditambah tekanan fisik serta psikis karena diburu oleh Belanda membuat WR Soepratman akhirnya jatuh sakit dan meninggal dunia pada hari Rabo Wage, tanggal 17 Agustus 1938. Beliau meninggal dunia tepatnya di Jl Mangga no 21 Surabaya dan dimakamkan secara Islam di Makam Umum Kapasan, Jl. Kenjeran Surabaya.

Makam WR Supratman
WR Soeprtman telah berjasa dalam membuat lagu yang bisa menyatukan rakyat Indonesia dan memberikan kobaran semangat demi terciptanya Indonesia Merdeka. Namun WR Sepratman sendiri tak sempat menghirup udara kemerdekaan karena keburu meninggal. Beliau tidak pernah menikah dan memiliki anak bahkan anak angkat sekalipun. Hidupnya diabdikan untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia melalui lagu.
Sebelum meninggal, WR Soepratman sempat menulis sebuah surat yang berisi seperti berikut :

“Nasipkoe soedah begini. Inilah yang di soekai oleh Pemerintah Hindia Belanda. Biar saja meninggal, Indonesia pasti merdeka”.

Yang artinya : “Takdirku memang begini. Inilah yang diinginkan pemerintah Hindia Belanda. Biarlah saya meninggal, Indonesia pasti merdeka”.

Selain Indonesia Raya dan Matahari Terbit, WR Soepratman juga menciptakan lagu-lagu perjuangan lainnya. Berikut ini adalah lagu-lagu karya beliau :

Kebangsaan Indonesia Raya (1928),
Indonesia Ibuku (1928),
Bendera Kita Merah Putih (1929),
Raden Ajeng Kartini (1929),
Lagu Mars Kepanduan Bangsa Indonesia (1930),
Di Timoer Matahari (1931),
Mars Parindra (1937),
Mars Soerya Wirawan (1937),
Matahari Terbit (1938),
dan lagu Selamat Tinggal (1938) belum terselesaikan.

WR Soepratman juga mengarang buku-buku yang isinya mengajak untuk bersatu, seperti Perawan Desa, Darah Moeda dan Kaoem Panatik (1929).

Pada tanggal 26 Juni 1958 dikeluarkanlah Kepres No 44/1958 yang isinya menetapkan lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Indonesia.

Monumen Wr Supratman













Berikut ini adalah lirik lagu 

Indonesia Raya
Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku
Bangsa dan Tanah Airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatu

Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Tanahku negriku yang kucinta

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Tanahku negriku yang kucinta

Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
Semoga Bermanfaat
http://biografi-orang-sukses-dunia.blogspot.co.id/
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 06:27:00 AM
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 06:27:00 AM

9 Pencipta Lagu Wajib Dan Perjuangan Indonesia

1. Wage Rudolf Supratman.(1903-1938)

Pencipta lagu Kebangsaan Indonesia Raya 
setelah tergugah hatinya membaca surat kabar Fajar Asia. Artikel itu menyatakan ‘mana ada komponis bangsa kita yang mampu menciptakan lagu ‘Kebangsaan Indonesia’ yang dapat menggugah semangat rakyat. Setelah tidak lama kemudian ia berhasil menciptakan lagu Indonesia Raya sesudah berkonsultasi dengan Ketua Himpunan pelajar Indonesia A. Sigit, Sugondo Djoyo Puspito dan Monomutu. Setelah mendapat izin Ketua kongres pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 berkumandang pertamakalinya karya monumental lagu ‘Kebangsaan Indonesia Raya’ digedung Indonesische Club jalan Kramat 106 Jakarta, setelah ikrar sumpah pemuda. Betapa hebatnya lagu itu berkumandang hingga peserta kongres pemuda memberi sambutan luar biasa, Supratman menerima ucapan selamat dan pelukan dari rekan-rekannya. Sebagai karya monumental lambang negara pada tanggal 17 Agustus 1945 setelah pembacaan teks proklamasi oleh Sukarno maka, lagu “kebangsaan Indonesia Raya’ berkumandang mengiringi sangsaka merah putih sebagai hari kemerdekaan RI di Pegangsaan Timur Jakarta. Atas jasa-jasanya menciptakan lagu ‘Kebangsaan Indonesia Raya’ pada tanggal 28 Oktober tahun 1953 almarhum W.R. Supratman menerima anugerah penghargaan Bintang Maha Putera Klas III dari Pemerintah RI. Kemudian guna mengenang hasil perjuangannya menciptakan lagu ‘Kebangsaan Indonesia Raya’ Hari kelahiran W.R. Supratman tanggal 9 Maret oleh pemerintah RI diperingati sebagai hari Musik Nasional.

2. Kusbini (1910-1991)

pencipta lagu Bagimu Negeri’ 
sebagai lambang simbolis penandatanganan sumpah jabatan Kepala negara dan para pejabat berbakti dan mengabdi kepada negara RI. Lagu ini diciptakan atas permintaan Sukarno untuk mengimbangi lagu-lagu propaganda Jepang yang marak saat itu. Kusbini bekerja sebagai pemain biola dan penyiar taman kanak-kanak bersama Ibu Sud di Radio Houso Kanri Kyoku. Menurut Ki Suratman tahun 1943-1944 pemerintah Jepang melarangmengumandangkan lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’ maka lagu ‘Bagimu Neg’ri diperdengarkan sebagai pengganti sementara lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’. Lagu ini memiliki peranannya dimasa revolusi Indonesia tahun 1945. Atas jasa-jasanya dibidang musik Kusbini memperoleh penghargaan piagam Anugerah Seni dari Pemerintah RI.


3. Cornel Simanjuntak (1920-1946)

pencipta lagu ‘Maju tak Gentar
asal mulanya lagu Maju putera-puteri Indonesia’ propaganda Jepang. Untuk mendukung revolusi tahun 1945 judul dan syairnya diubah oleh penciptanya seperti sekarang yang berkumandang memepringati HUT RI 17 Agustus setiap tahunnya. Lagu ini dimaksudkan untuk memotivasi rakyat perang semesta guna membangkitkan semangat membela tanah air, yang secara realitas sering ditampilkan potret pertempuran melawan sekutu dan Belanda yang tidak seimbang. Menurut Franz Seda dan Alex Rumambi lagu ini menjadi terkenal di front Tentara Pelajar Yogyakarta yang mampu membakar semanagat pejuang di medan pertempuran. Lagu ‘Maju tak Gentar’ menggambarkan keberanian rakyat dengan perlengkapan seadanya melawan Belandayang bersenjatakan lengkap dan modern, tapi dengan jiwa semangat lagu ini mampu membangkitkan pejuang digaris depan.Atas jasa-jasanya pada pemerintah RI tahun 1961 menerima kehormatan piagam Satya lencana Kebudayaan, setingkat bintang Gerilya.


4. Ismail Marzuki (1913-1958)

prencipta lagu ‘Hallo-hallo Bandung
Lagu ini sangat populer dibawah kom…ando H.A. Nasution dengan sandi opersi Bandung rebut kembali 24 Maret 1946 melawan tentara Belanda dan Sekutu, atas jasa-jasanya pemerintah menganugerahkan penghormatan piagam Wijaya Kusuma dan pada tahun 2007 menerima tanda jasa Bintang Budaya Parama Dharma dari pemerintah RI. Lagu ini bersifat lokal berskala nasional mampu menunjukan jati diri bangsa dengan gagah berani memotivasi perjuangan masyarakat Jawa Barat mengusir penjajah. lagu iniberkumandang setap peringatan HUT RI 17 Agustus setiap tahun dan memperingati Bandung Lautan Api setiap tanggal 24 Maret di Bandung.


5. Bintang Sudibyo atau Ibu Sud (1908-1993)
Pencipta Lagu Wajib Dan Perjuangan Indonesia
salah satu wanita nasionalisme pencipta lagu-lag perjuanga…n ‘Berkibarlah Benderaku’ dikumandangkan setiap 17 Agustus dalam rangka HUT RI. lagu ini diciptakan berdasarkan kisah nyata masa revolusi Indonesia 1945, setelah menyaksikan pengalaman Yusup Rono Dipuro pelaku sejarah rekaman teks proklamsi adalah pimpinan RRI yang mempertahankan sang saka merah putih berkibar dihalaman kantornya, meskipun dalam ancaman senjata para kaum penjajah. Atas jasa-jasanya dibidang musik tahun 2007 almarhumah Ibu Sud menerima anugerah penghargaan Bintang Budaya Paramadharma dari pemerintah RI. Selain itu Ibu Sud dikenal sebagai penyiar radio dan pencipta lagu anak-anak.




6. Liberty Manik (1924-1993)
Pencipta Lagu Wajib Dan Perjuangan Indonesia
pencipta lagu ‘Satu Nusa Satu Bangsa
seorang pemain biola, penyanyi, penyiar radio RRI Yogyakarta, penulis buku dan jurnalis majalah Arena pimpinan Usmar Ismail 1946. Lagu ini diciptakan setelah menyaksikan semangat perjuangan rakyat mempertahakan kemerdekaan, sehngga lagu ini berisi anjuran persatuan dan kesatuan bangsa. Lagu ‘Satu Nusa Satu Bangsa’ pertamakali diperdengarkan lewat siaran radio tahun 1947, ketika beliau bekerja di RRI Yogyakarta saat hangat-hangatnya agresi Belanda I. Atas jasa-jasanya dalam karya monumental dibidang musik tahun 2007 almarhum menerima penghargaan bintang Budaya Paramadharma dari pemerintah RI.



7. Husein Mutahar (1916-2004)
Pencipta Lagu Wajib Dan Perjuangan Indonesia
pencipta lagu ‘Syukur’ sejenis lagu himne puji syukur diciptakan dan dipe…rsiapkan untuk menyambut kemerdekaan RI yang ketika itu diduganya hampir tercapai.Lagu ini pertamakali dikumandangkan th 1946 di Istana Gedung Agung Yogyakarta. H. Mutahar tokoh utama pendiri gerakan Pramuka Indonesia, dan seorang perancangpaskibraka pertama kali di Indonesia yang beranggotakan pelajar dari berbagai daerah. H. Mutahar adalah mayor Laut ABRI,memiliki tanda jasa Bintang Gerilya tahun 1948-1949 dan Bintang Maha putera menyelamatkan bendera Pusaka dari tangan pendudukan Belanda di Yogyakarta.





8. DR. HC. Alfred Simanjuntak (1920)
Pencipta Lagu Wajib Dan Perjuangan Indonesia
Pencipta lagu ‘Bangun Pemudi Pemuda
berfungsi sebagai kontra prop…aganda Jepang wlaupun ia berprofesi sebagai guru hampir sepanjang hidupnya. saat menulis lagu ini di tahun 1943 ia bekerja sebagai guru sekolah rakyat sempurna Indonesia di Semarang, sebuah sekolah dengan dasar jiwa pratriotisme yang didirikan DR. Barder Djohan, Mr. Wongsonegoro dan Prada Harahap. Lagu ‘Bangun Pemudi Pemuda’ digubahnya dalam suasana batin seorang anak yang gundah di negeri yang terjajah. Ide lagu ini diangkat Ketika tahun 1945 rasa ingin merdeka kuat sekali bila bertemu kawan, pemuda saling berucap salam merdeka tutur Alfred Simanjuntak. Bahkan menurut pengakuannya, lagu tersebut nyaris mengancam jiwannya. Sebab gara-gara lagu yang dinilai patriotik itu, nama Alfred Simanjuntak masuk daftar orang yang dicari Kempetai Jepang untuk dihabisi karena lagunya dianggap kontra propaganda Jepang.Hingga saat ini lagu ‘Bangun Pemudi Pemuda masih tetap dikumandangkan setiap perayaan Kemerdekaan 17 Agustus.


9. Amir Pasaribu.

Pencipta lagu ‘Andika bayangkari
ialah seorang komponis dan pelopor musik klasik Ind…onesia. Mars defille ABRI ‘Andika Bhayangkari diperdengarkan pada detik-detik proklamasi 17 Agustus di Istana Negara. Amir Pasaribu telah berjasa dibidang musik sebagai tanda kehormatan Presiden RI Megawati Soekarno Putri pada tanggal 15 Agustus 2002 menganugerahi Bintang Budaya Paradharma.
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 06:17:00 AM
Pengetahuan Umum
Pengetahuan Umum Updated at: 10/07/2015 06:17:00 AM